Sigug

Sigug artinya sifat yang tega terhadap orang lain atau sifat yang tidak memiliki rasa belas kasihan  kasih sayang kepada orang lain.

Sifat sigug ini adalah salah satu contoh perbuatan ashuba karma yang tidak akan mendapatkan pahala baik dari orang lain.

Seperti dicontohkan berikut ini dalam cerita kisah seorang ibu mertua dengan prilaku tiga orang menantunya.

Seorang ibu tua menceritakan pengalamannya.
Aku memiliki tiga orang anak laki-laki, semuanya sudah menikah.

Suatu hari aku jalan-jalan kerumah anakku yang paling tua. Tujuanku pada waktu itu ingin menginap di rumahnya bersama keluarganya.

Di pagi hari aku meminta kepada istrinya air untuk minum Lalu aku meninumnya' dan sisa Airnya aku tumpahkan ke atas kasur tempat tidurku semalam.

Ketika ia datang mengantarkan sarapan pagi aku berkata kepadanya, "Ananda, beginilah kondisi kalau sudah tua. Semalam aku ngompol di atas kasur".

Dengan spontan ia emosi dan marah. Aku mendengar kalimat kasar, pedas dan jelek meluncur tanpa rem dari mulutnya. Kemudian ia memerintahkanku untuk mencuci dan mengeringkannya kembali. Ia juga mengancamku agar tidak melakukan itu lagi, kalau tidak..... awas!

Aku tahan kemarahanku, aku bersihkan tempat tidur itu dan aku keringkan kembali.

Hari selanjutnya aku pergi ke rumah anakku yang kedua. Di sana aku juga melakukan hal yang sama.

Meledak marah istrinya dan ia memperlakukan ku seperti yang dilakukan oleh istri anakku yang pertama. Bahkan ia melaporkan ku kepada suaminya. Anakku diam saja, tidak memarahi istrinya dan tidak membelaku, ibunya.

Setelah itu aku memutuskan untuk meninggalkan mereka, dan selanjutnya aku pergi ke rumah anak bungsuku.

Di rumah itu aku juga melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan di rumah dua orang saudaranya.

Ketika istrinya datang mengantarkan sarapan pagi, aku beri tahu dia bahwa aku semalam ngompol di atas tempat tidur.

Sambil tersenyum ramah ia berkata,:
*"Tidak apa-apa, ibu. Ini keadaan orang sudah tua. Dulu berapa sering kami ngompol di pangkuan ibu ketika kami masih kecil".*

Kemudian ia bersihkan tempat tidur itu, ia keringkan dan ia beri wewangian.

Siang harinya aku berkata kepadanya, _"Aku punya seorang teman. Ia minta belikan perhiasan emas kepadaku, tapi aku tidak tahu ukurannya seberapa. Orangnya persis sebesarmu ini. Tolong berikan kepadaku ukuran tanganmu"._

Setelah mendapatkan ukuran yang ia inginkan, orang tua itu pergi ke pasar membeli perhiasan emas yang banyak karena ia punya harta melimpah.

Kemudian ia undang seluruh anak dan menantunya untuk datang ke rumahnya. Ia keluarkan seluruh perhiasan yang sudah ia beli lalu ia ceritakan perihal sebenarnya bahwa ia sengaja menumpahkan air di atas tempat tidur. Tidak ada ia ngompol waktu tidur.

Ia panggil istri anaknya yang paling kecil, lalu ia pasangkan perhiasan itu kepadanya. Ia berkata,:
*"Inilah anakku tempat aku bersandar nanti ketika aku sudah semakin tua. Aku akan menghabiskan sisa-sisa umurku bersamanya".*

Hampir saja dua orang istri anaknya yang pertama dan kedua pingsan menahan malu dan sesal.

Selanjutnya ibu itu berkata kepada anak-anaknya,:
*"Seperti inilah nanti perlakuan anak-anak kalian kepada kalian ketika kalian sudah tua. Bersiap-siaplah untuk menyesal pada hari itu sebagaimana menyesalnya aku atas letihnya aku mengasuh kalian waktu kecil."*

Kecuali adik kalian ini. Ia akan hidup bahagia dan akan menemui Tuhannya dalam keadaan gembira. 

Kalian berdua tidak mendapatkan hal seperti ini dari istri-istri kalian karena kalian tidak mendidik mereka tentang harga seorang ibu.
***