Hita Tan Hita Wasana

Hita Tan Hita Wasana adalah ukuran benar dan salah yang berorientasi pada hasil akhir.
  • Wasana artinya akibat, efek, atau dampak.
  • Hita artinya serba baik seperti aman, damai, sejahtera, dsb.
Sebagai salah satu pengetahuan dasar etika Hindu disebutkan;
Adapun perbuatan, tindakan atau putusan yang diambil asal menyebabkan aman sejahtera (hita wasana) adalah benar. 
Sebaliknya walaupun secara de fakto dan de yure benar, tapi menimbulkan dampak yang merusak hubungan atau berakibat tidak baik bagi para pihak dan orang banyak adalah salah.
Suatu contoh dalam Sarasamuscaya diuraikan sebagai berikut ini, yaitu :
“Mon mithya ikang ujar, teher mengede hita juga, magawe sukha wasana ring sarwabhawa, sadhu ngaranya, mon yata bhuta towi yan tan pangede sukhawasana ring sarwabhawa, mithya garanika.”
Artinya :
Sekalipun sesungguhnya bohong kata-kata itu (seperti panca nrta), tapi betul-betul menimbulkan hita juga, menyebabkan bahagianya berbagai makhluk itu jujur disebut. Walaupun jelas sesuai kenyataan sekalipun, bila tidak menyebabkan senang hati semua makhluk pada hakekatnya bohong itu.
Singkatnya, bila membawa “Hita wasana” benar, bila tidak “Hita wasana” salah.

Berbicara soal benar dan salah dalam hubungan etika tidaklah seperti ilmu pasti. Ada yang memberikan batasan sebagai berikut :
“Segala sesuatu yang dapat menolong dunia ini melalui jalan yang telah ditentukan oleh Sang Hyang Widhi adalah benar, dan segala sesuatu yang menghalangi jalan ini adalah salah”. 
Kalau kita berpikir secara hitam putih, maka dapat dikatakan sebagai berikut :
Benar adalah yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan semua yang melanggar norma adalah salah.
Norma itu adalah kaedah aturan, ada norma agama, ada norma hukum, norma kesusilaan, norma kewajaran, norma adat, dsb. 

Dalam kehidupan bermasyarakat tidaklah cukup mengukur benar dan salah itu dari cara-cara yang hitam putih itu yang hanya bersandar pada norma-norma. 
Karena variasi permasalahan ada bermacam-macam, maka masih diberlakukan pertimbangan-pertimbangan yang dibarengi dengan analisa-analisa sehingga kesimpulan tentang benar dan salah itu bijak dan arif. 
Disamping menentukan benar dan salah dengan norma-norma yang ada, juga sangat perlu mempertimbangkan :
  1. Apa sebabnya dan apa motifnya perbuatana itu?
  2. Apa ekses atau dampak yang dapat ditumbulkan?
Kalau berpikir secara hitam-putih, membunuh orang adalah salah, mencuri, berbohong adalah salah. Tapi ada orang membunuh pembunuh yang menyerangnya, dalam keadaan terdesak dan tak ada jalan lain yang dapat dipilih untuk menyelamatkan masyarakat. 

Kalau kedua contoh permasalahan ini diukur dari norma-norma saja secara hitam putih cenderung hasilnya menjadi tidak benar. Berkenan dengan persoalan seperti ini ada berapa prinsip yang disebut prinsip-prinsip etika.
***