Nyikut Raga

Nyikut Raga adalah arti kiasan dalam mengukur kualitas dan kemampuan diri sendiri.
  • Nyikut berasal dari kata sikut yang berarti ukuran.
  • Raga berarti diri sendiri.
Dalam usaha untuk mencapai Jagadhita dan moksa dengan melakukan karma marga terkadang seorang karmin akan mengkonsentrasikan dirinya pada kerja dan bukan pada hasil dari pekerjaannya.
Sangat berbeda dengan kenyataan bahwa pada umumnya manusia dewasa ini lebih berorientasi pada hasil dari pekerjaannya. 
Bahkan kadang-kadang menuntut hasil dari apa yang belum pernah dikerjakannya, jika haknya tidak diberikan maka orang tidak akan bekerja. 
Hal ini nampaknya sangat keliru, padahal jika yakin dan percaya pada karma phala maka hasil pasti diperoleh jika kewajiban sudah dilaksanakan.
Kekeliruan ini terjadi sebagai akibat dari ketidakjelasan manusia mengamati setiap gerak dan perilakunya, banyak diantara kita enggan "Nyikut Raga", alias tidak mau tahu atas kekurangan dirinya sendiri, baik secara sengaja atau tidak sengaja. 
Misalnya saja seorang buruh di sebuah perusahaan yang tidak pernah absen tidak dibayar gajinya selama sebulan. Orang pasti berasumsi bahwa perusahaan telah berlaku tidak adil terhadap buruh tersebut. Lalu sudah bisa ditebak apa yang selanjutnya terjadi yaitu tuntutan yang berupa demo. 
Hal ini sangat sering terjadi di negara kita, yang akhirnya merugikan banyak pihak. Disamping perusahaan kehilangan nama baik dapat pula meruginakan negara, misalnya pembengkakan biaya operasi pengamanan demonstrasi.

Jika kita mau jujur pada diri sendiri dan yakin bahwa setiap akibat pasti ditimbulkan oleh sebab-sebab sebelumnya, marilah sejenak kita mencermati prilaku dari sang buruh. Adalah sangat mungkin bahwa sang buruh pernah melakukan kesalahan. 
Misalnya dalam setiap harinya ia terlambat lima menit dari tugas yang dijadwalkan. Hal ini nampaknya tidak disadari, namun hukum karma tak akan pernah lupa mencatatnya. 
Dengan demikian maka berarti dalam satu bulan ia korupsi waktu selama 5 x 30 menit, atau 150 menit, jika dikalikan dalam satu tahun saja sudah mencapai 1.800 menit atau sekitar 30 jam. 
Jadi bisa dibayangkan betapa berharganya waktu yang lima menit ini yang tidak dihiraukan oleh sang buruh.

Mahatma Gandi pernah berkata bahwa hukuman bagi India yang selama berabad-abad dibawah kekuasan bangsa asing adalah wajar sebagai akibat perlakuannya terhadap kaum candala. Lantas ketentraman bangsa Indonesia yang sekarang ini tak pernah dirasakan karena apa ? Karena menyangkut masalah sara yang sangat sensitif jarang sekali orang yang berani secara terbuka mengungkapkannya. 
Ada sekelompok orang yang benci pada negara asing malah menghadiahkan bom pada saudaranya sendiri. Tapi untunglah saudara tuanya ini sangat bijaksana tatkala musibah itu menimpa. 
Apa yang menyebabkan hal ini tidak lain adalah keyakinannya yang sudah sangat membumi akan hukum yang bekerja secara alamiah yaitu karmaphala.

Dalam Bhagawad Gita bagian Karma Yoga, ditegaskan empat hal pokok dalam mencapai kebahagiaan tertinggi.

Begitu pula di dunia ini ia tidakmempunyai perhatian sama sekali kepada hasil dari perbuatannya yang ia lakukan (1) dan juga kepada apa yang belum diperbuatnya (2), pun juga ia tidak bergantung kepada segala makhluk untuk kepenting-annya sendiri (3). (Bh. G, 111.18)
Dari itu bekerjalah kamu selalu yang harus dilakukan dengan tiada terikat olehnya (4), karena orang mendapat tujuannya yang tertinggi dengan melakukan pekerjaan yang tak terikat olehnya. (Bh. G, 111.19)
Pokok-pokok pikiran yang disampaikan dalam kedua sloka di atas jelas menegaskan pada kita untuk tidak mengikatkan diri pada hasil dari apa yang sudah dan yang belum kit^ lakukan. Adalah sudah pasti hasil akan-datang jika pekerjaan sudah dilakukan, dan adalah tidak etis menuntut sesuatu yang belum kita lakukan. 
Hal ini akan menimbulkan ketergantungan kita yang berlebihan pada orang lain. 
Jika sudah demikian tentu tiada bedanya kita dengan pengemis yang hanya meminta tanpa bekerja.
Bekerjalah demi kerja itu sendiri, rame inggawe sepi ingpamerih.
Demikian dikutip dari artikel PHDI terkait nyikut raga dengan karma phala sebagai salah satu implementasi dalam menjalankan swadharma kita sehari-hari.
***