Sabdo Palon Naya Genggong

Sabdo Palon Naya Genggong adalah pedoman orang tanah Jawa, langgeng selamanya.
  • Sabdo atinya kata-kata,
  • Palon kayu pengancing kandang.
  • Naya artinya pandangan,
  • Genggong artinya langgeng tidak berubah.
Jadi Sabdo Palon Naya Genggong dalam kebangkitan Hindu dikatakan bahwa kisah ini terjadi setelah Kerajaan Majapahit jatuh.

Diceritakan pada zaman dahulu,
Dengan kemampuan supranatural dan mata bathinnya, Danghyang Nirartha telah melihat benih-benih keruntuhan kerajaan Hindu di tanah Jawa.
Ketika itu, maksud hati hendak melerai pihak-pihak yang bertikai, akan tetapi tidak mampu melawan kehendak Sang Pencipta, ditandai dengan berbagai bencana alam yang ditengarai turut ambil kontribusi dalam runtuhnya kerajaan Majapahit (salah satunya adalah bencana alam “Pagunungan Anyar”).
Akhirnya beliau mendapat petunjuk untuk hijrah ke sebuah pulau yang masih di bawah kekuasaan Majapahit, yaitu Pulau Bali.
Sebelum pergi ke Pulau Bali, Dang Hyang Nirartha hijrah ke Daha (Kediri), lalu ke Pasuruan dan kemudian ke Blambangan.Beliau pertama kali tiba di Pulau Bali dari Blambangan sekitar tahun caka 1411 atau 1489 M ketika Kerajaan Bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong.

Dang Hyang Nirarta dijuluki pula Pedanda Sakti Wawu Rawuh karena beliau mempunyai kemampuan supra natural yang membuat Dalem Waturenggong sangat kagum sehingga beliau diangkat menjadi Bhagawanta (pendeta kerajaan).
Ketika itu Bali Dwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik.
Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klan disusun. Awig-awig Desa Adat pekraman dibuat, organisasi subak ditumbuh-kembangkan dan kegiatan keagamaan ditingkatkan.
***