Itihasa Sutasoma | sebuah itihasa yang menceritakan dimana dahulu rakyat Astina berdoa agar wahyu itu betul-betul menjadi kenyataan.
Tak begitu lama wahyu itu menjadi sebuah kenyataan, lahirlah putra dharma dari seorang raja Srì Mahàketu dengan permaisurinya Dewi Pradnyadari yang kemudian diberi nama Sutasoma.
Wajah sang Sutasoma sangat tampan dan lembut sehingga membuat para abdi dan pengasuhnya tak bosan-bosan menyayangi Beliau sebagai putra Raja.
Karena Beliau awatàra Buddha, itu sebabnya Beliau sangat pintar memahami seisi sàstra, dan segala nasehat-nasehat yang baik dari semua orang tanpa melihat oleh siapa nasehat itu.
Disampaikan sang Prabhu mengundang para menteri puruhita serta Sutasoma sebagai putra raja. Pada rapat itu beliau menyampaikan keinginannya untuk mengangkat Sutasoma sebagai raja.
Ini dikarenakan sang Sutasoma dipandang sudah sangat bijak dan pintar untuk mengurusi kerajaan. Sang raja juga menasehati sang Sutasoma tentang tata cara memerintah sebagai raja.
Sang Sutasoma dengan sangat lembut dan pelan-pelan menyampaikan kepada sang raja bahwa beliau belum siap menggantikannya sebagai raja, juga sang Sutasoma belum merasa banyak tahu isi sastra dan juga dirasakan sebagai raja sangat sulit, penuh kewibawaan membuat perasaan tidak bahagia.
Karena pada awalnya beliau menganggap bahwa, pekerjaan sebagai raja yang menghukum rakyat akan membuat neraka atau papa. Dan karena permintaan raja itulah sang Sutasoma secara sembunyi-sembunyi pada tengah malam meninggalkan istana menuju hutan.
Dalam perjalanan sang Sutasoma menuju hutan banyak menjumpai pemandangan-pemandangan yang sangat indah serta menyejukkan seperti tumbuh-tumbuhan dan beraneka ragam jenis binatang yang membuat hatinya sangat bahagia.
Dalam beberapa kutipan ceritanya :
- Sang Sutasoma masih muda sudah mampu mengendalikan indria semua sifat sadripu sudah dikendalikannya.
- Sebagai penegak dharma beliau dianggap sudah melaksanakan Catur Pàramita dengan baik (Maitrì, Karuna, Mudita dan Upeksà) itu sebabnya sang Dewi Durgà menghaturkan hormat kepada sang Sutasoma.
***