Mudita adalah sifat dan sikap yang dapat menyenangkan untuk diri sendiri dan orang lain yang merupakan bagian dari Catur Paramita, sebagai bentuk dari budi pekerti yang luhur.
Dapat menyenangkan hati orang lain dengan makarma sane melah dan selalu jujur juga sesuai dengan makna yang terkandung dalam ajaran mudita ini sebagai ajaran kerohanian di Bali yang sebagaimana disebutkan tata susila Hindu dalam Lontar Tutur Kumara Tatwa, "Pikiranlah yang patut segera diusahakan pengendaliannya".
Memahami ajaran Mudita ini dengan benar sebagai bagian dari Catur Paramita oleh ketut supeksa anak Bali tersebut disebutkan dapat mengarahkan kita agar senantiasa bergembira dalam hidup ini.
Perasaan gembira akan membuat hidup lebih bergairah. Aliran darahpun akan semakin lancar. Sebaliknya, jika kita dirundung kesedihan, dampaknya tidak bagus buat kesehatan tubuh.
Rasa sedih hanya akan memancarkan energi negatif, tidak hanya kepada orang lain, tetapi juga kepada tubuh kita sendiri. Sirkulasi darah menjadi terganggu. Kandungan zat-zat yang diperlukan tubuh menjadi tidak normal. Hal ini akan mengundang datangnya berbagai penyakit pada tubuh.
Bergembira maupun bersedih (atau suka duka dalam hidup ini) merupakan pilihan hidup. Kita sebagai manusia diberikan kebebasan untuk memilih.
Oleh karena itu, meminjam istilah dari sebuah iklan minuman, apapun kejadiannya, perasaan kita tetap: bergembira. Inilah ajaran Mudita.
Setelah ajaran tersebut kita terapkan dalam hidup sehari-hari, rasanya kurang lengkap jika kita tidak melaksanakan ajaran Catur Paramitha yang terakhir, yakni Upeksa yang berarti hendaknya kita senantiasa menghargai orang lain. Penghargaan terhadap orang lain merupakan sikap yang patut dikembangkan.
***