Proses Sakralisasi Kayu

Foto Panorama Bali
Proses Sakralisasi Kayu merupakan hal yang penting berkaitan dengan proses kesucian Tri Kona untuk dapat menghidupkan sebuah karya seni.

Undagi/Sangging sebagai pembuatnya disebutkan juga harus memperhatikan ketentuan “kesucian kayu” bangunan/hasil karyanya. 
Para Undagi/sangging seperti halnya dalam pembuatan tapel yang harus mengingat dan memperhatikan hal–hal yang berhubungan dengan masalah–masalah tersebut diatas, karena kalau berbuat salah bisa berakibat buruk bagi pemilik tapel atau pada si sangging sendiri.
Beberapa hal mengenai proses kesucian kayu bahan tersebut yang dikutip dari tugas seni sakral “Barong Bangkung” disebutkan antara lain:
  1. Apakah sudah nunas / mohon secara wajar menurut adat dan agama?
  2. Sudahkan dilakukan upacara nuwedin (dengan upacara tertentu / waktu memohon kayu bahan itu?
  3. Apakah sudah matur pekeling / memberitahukan ditempat nunas kayu bahan, tentang sudah diserahkan kayu tersebut kepada si Undagi / Sangging untuk dikerjakan seperti halnya menjadi tapel Barong ?
  4. Bolehkah pembuatan tapel itu dikerjakan dirumah si Undagi /Sangging ataukah harus dipura yang bersangkutan ?
  5. Dan lain – lain.
Setelah di Undagi/Sangging itu menerim kayu bahan itu, dengan banten / sesajen sebuah peras, ituk–ituk, 
  • Mulailah si Undagi/Sangging itu melakukan “pralina“ yakni mematikan fungsi kayu itu menjadi kayu mati yang dapat dijadikan bahan. 
  • Proses Pralina, Utpeti, Sthiti ini akan tetap dilaksanakan oleh para Undagi/Sangging didalam mengerjakan hasil karya seninya. 
Kayu fungsinya sebagai kayu hidup menjadi kayu mati/bahan mati. Proses mematikan ini sangat menentukan dalam tindakan mengerjakan selanjutnya, 
Karena dalam pekerjaan itu akan dilakukan dengan bermacam– macam perbuatan yang dapat mengurangi kesucian kayu itu, seperti dipegang dengan kedua kaki si Undagi /Sangging dalam memahat kayu bahan itu.
Dan pada waktu nunas (mohon) kayu itu pada suatu pura yang dapat ditunjuk, atau tempat keramat lainnya, diusahakan kalau dapat salah satu dari jenis kayu tersebut diatas, dan jika memang tidak ada maka barulah dipilih jenis lainnya, karena yang terpenting adalah nilai kesucian keagamaannya. 
Kadang – kadang juga dianggap baik ialah kayu Cempaka, Sandat dan lainnya. Jika terdapat kayu Pole, maka kepuasan rohani orang yang nunas/mohon akan lebih hebat lagi karena disamping baik dalam arti sakral akan tetapi memang kayu ini berkualitas baik untuk tapel.
***