Pawisik (pewisik atau pawuwus) adalah bisikan religius sebagai sebuah petunjuk yang didapatkan secara niskala.
Dimana dalam kebiasaan masyarakat Bali pada umumnya disarankan untuk mepinunas agar segera tahu kebenarannya.
Namun pada dasarnya petunjuk dari sebuah kebenaran itu disebutkan kembali pada keyakinan masing-masing dan sesuai dengan kata hati, karena sesuatu yang diyakini menurut agama pramana karena kesuciannya yang dapat memberikan kita kedamaian dan ketenangan.
Seperti halnya dahulu, konon pada tahun 1103 Saka, musibah datang tak henti-henti, dan berkat bisikan religius dari Dewi Durgha yang menjelaskan kepada raja bahwa leluhurnya selalu berumur pendek karena tidak lagi merayakan Galungan dan akhirnya dirayakan kembali, damailah jagat Bali sampai sekarang ini.
Kini pun ada dikisahkan di sebuah desa yang bernama Carang Sari diceritakan, karena rentetan masalah yang menimpa keluarganya seperti mendapatkan masalah dalam urusan pekerjaan, asmara, dan bahkan mengalami kecelakaan berkali-kali, diceritakan kemudian ada seorang kerabat yang menyarankan seseorang bernama Yuliana untuk memohon petunjuk atau sering dikenal mapinunas dalam agama Hindu.
Berdasarkan saran itu, dia akhirnya mapinunas.“Awalnya saya tidak percaya, tapi setelah mapinunas saya mendapat petunjuk bahwa ada sesuatu di halaman rumah yang lokasinya tepat pada penemuan pancuran ini,” ujarnya sembari menunjukkan pancuran berbentuk naga tersebut.
Ia pun merasa memperoleh petunjuk bahwa ada sesuatu di sekitar pekarangan rumahnya, tepatnya di lokasi penemuan pancuran arca naga tersebut.
Pria yang bekerja di sebuah koperasi di Denpasar ini lantas menanyakan soal petunjuk itu kepada Wayan Dapet.Ia juga meminta penjelasan tentang sejarah keluarga dan denah tempat tinggal keluarga.
Wayan Dapet kemudian bercerita tentang hal-hal yang diketahui dan masih bisa diingatnya saat masih duduk di bangku kelas 2 Sekolah Dasar.“Dulu sekitar tahun 1979, kata ayah saya, di lokasi rumah ini ada tiga pancuran dan telaga kembar,” kata Yuliana.
Disebutkan Wayan Dapet, pancuran itu bukanlah pancuran biasa, melainkan warisan leluhurnya yang telah terkubur puluhan tahun, bahkan diduga merupakan peninggalan purbakala.Berdasarkan cerita ayahnya itu, Yuliana memutuskan untuk melakukan pembersihan dan penggalian di sekitar lokasi yang dimaksudkan ayahnya.
Sebelum melakukan pembersihan dan penggalian lokasi, Yuliana melakukan pembersihan diri dengan cara melukat dan menjalankan ritual.“Meskipun belum lakukan penggalian, feeling saya mengatakan saat itu bahwa pancuran tersebut ada di sini,” terang Yuliana.
Penggalian berjalan selama dua hari, dan dikerjakan secara bergotong royong bersama keluarga dan kerabat Yuliana.Tepat pada rerahinan Sabuh Mas atau Selasa 24 Januari 2017, pancuran arca naga itu ditemukan.
“Sesuai feeling saya, benar bahwa di titik itu ada sesuatu yang ingin saya cari, dan akhirnya ditemukan,” jelas dia.
Yuliana mengaskan, dirinya percaya dengan peninggalan leluhurnya tersebut, meskipun tidak begitu memahami urusan niskala.
“Saya percaya bahwa tempat ini akan memiliki pengaruh terhadap apa yang terjadi dan menimpa saya dan keluarga selama ini,” ucap Yuliana.Kini, ia dan keluarganya bertekad untuk membersihkan tempat ditemukannya pancuran kepala naga itu secara keseluruhan, dan kemudian melestarikannya seperti dahulu kala.
Dan pewisik lainnya dapat pula disimak :
- Dalam sejarah makam di Setra Pemecutan, yaitu dengan mengheningkan bayu sabda dan idep (Tri Pramana), memohon kehadapan Hyang Kuasa, di merajan puri. Dari sana Cakraningrat IV mendapatkan pewisik bahwa Sang Raja hendaknya mengadakan sabda pandita ratu atau sayembara.
- Menerima pawisik untuk mengatasi permasalahan yang dialaminya yaitu dengan mengadakan yadnya Pecaruan Panca Sata yang dipuput atau (dienter dan dipuput oleh mangku (sonteng) akhirnya diperoleh pawuwus (petunjuk) pula.
- Dan ada juga orang Ngiring karena mendapat pawisik atau bisikan gaib.
***