Mpu Tanakung adalah seorang pujangga pada masa akhir keruntuhan Majapahit yang ringkasan keprihatinan beliau terhadap kondisi perkembangan Kerajaan Majapahit yang makin
terpuruk pada saat itu yang salah satu sebabnya disebutkan sebagai berikut,
- Karena “kelakuan” para elitnya yang hanya mengejar kekuasaan semata-mata,
- Lupa kepada perjuangan membangun bangsa dari para “founding fathers” mereka.
- Mereka tidak merasakan betapa sulitnya “menuju puncak kemegahan” yang telah diupayakan mulai dari Sanggrama Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit, dan usaha para suksesor sesudahnya: terutama Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajahmada.
- Setelah Hayam Wuruk dan Gajahmada wafat, Majapahit menghadapi ancaman disintegrasi dari luar dan dalam, namun tidak disadari oleh para elit pemegang kekuasaan.
- Para elit mulai terbiasa dengan hidup mewah, hasil dari “memeras keringat” para pendahulu mereka.
- Syahwat para penguasa yang hanya mengejar kekuasaan dengan menghalalkan segala cara dan perang saudara dalam rangka suksesi kepemimpinan yang menyebabkan,
- Mereka tidak peka dengan bahaya ideologi asing yang mengancam di depan mata yang dibawa oleh kaum penyebar agama baru yang mulai memenuhi pesisir utara Jawa, dan
- Daerah-daerah yang mulai terlepas karena tidak dikawal lagi oleh ideologi negara, dan sebagai gantinya “fanatisme agama” yang ditawarkan sebagai “ideologi asing” alternatif yang perlahan tetapi pasti mulai masuk.
- Siwaratrikapla (Malam Sang Hyang Siwa) yang sangat terkenal di Bali, dan dilestarikan dalam bentuk ritual Siwa Ratri yang indah hingga sekarang ini.
Juga dalam pemahaman tentang Lingga Yoni, Beliau juga menyusun kitab Lingga Purana yang memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat pada jaman lampau.