Kesuksesan dan kegagalan bergantung pada bagaimana sikap dalam menghadapi masalah.

Ada sebuah riset yang pernah dilakukan di sebuah universitas terkenal. Riset tersebut menunjukkan bahwa :
  • 75% kesukesan karena sikap 
  • 10% karena kemampuan. 
  • 5% dari pengetahuan profesional
Sikap ternyata lebih penting dari kepandaian, keahlian khusus, dan keberuntungan. 
Dengan kata lain, pengetahuan profesional hanya menyumbang 5% dari sebuah kesuksesan seseorang dan 75% adalah pemberdayaan diri, hubungan sosial, dan adaptasi. 

Karena itu dikatakan bahwa kesuksesan dan kegagalan bergantung pada bagaimana sikap dalam menghadapi masalah.

Pada suatu hari, sebuah perusahaan sisir akan mengadakan ekspansi untuk area pemasaran yang baru. Perusahaan sisir tersebut lalu membuka lowongan pekerjaan. Karyawan baru itu akan ditempatkan di Divisi Marketing. 
Setelah lowongan dibuka, 
banyak sekali orang yang mendaftarkan diri untuk mengisinya. Lebih dari 100 orang pelamar datang ke perusahaan itu setiap harinya.

Setelah melalui berbagai proses seleksi yang cukup ketat, terpilihlah tiga kandidat utama. Sebut saja A, B, dan C. Perusahaan lalu melakukan seleksi final dengan memberi tugas kepada tiga orang terpilih. 
Seleksi finalnya ialah A, B, dan C diminta untuk menjual sisir kepada para biksu – yang tinggal pada sebuah komplek tempat suci – di area pemasaran baru tersebut – dalam jangka waktu 10 hari. 

Bagi sebagian orang, 
Tugas ini sangat tidak masuk akal, mengingat biksu-biksu itu berkepala gundul dan tidak pernah memerlukan sisir.

Sepuluh hari pun berlalu, akhirnya tiba saat ketiga pelamar tersebut datang kembali pada perusahaan untuk melaporkan hasil penjualannya.

Pelamar A :
Saya hanya mampu menjual satu sisir. Saya sudah berusaha menawarkan sisir itu kepada para biksu di sana, tetapi mereka malah marah-marah karena saya dikira melecehkan. Tetapi untung, ketika saya berjalan menuruni tangga, ada seorang biksu muda yang mau membeli satu sisir saya. Sisir itu akan ia gunakan untuk menggaruk kepalanya yang ketombean.
Pelamar B:
Saya berhasil menjual sepuluh buah. Saya pergi ke sebuah wihara dan memperhatikan banyak peziarah yang rambutnya acak-acakan – karena angin kencang yang bertiup di luar wihara. Biksu di dalam wihara itu mendengar saran saya – dan membeli 10 sisir untuk para peziarah – agar mereka menunjukkan rasa hormat pada sang Buddha – saat bersembahyang.
Pelamar C:
Saya berhasil menjual seribu buah. Setelah melakukan pengamatan beberapa hari di biara itu, saya menemukan bahwa banyak turis yang datang berkunjung ke sana. Kemudian saya berkata pada biksu pimpinan wihara, “Sifu, saya melihat banyak peziarah yang datang ke sini. Jika sifu bisa memberi mereka sebuah cindera mata, maka itu akan lebih menggembirakan hati mereka.” Saya bilang padanya bahwa saya punya banyak sisir bagus dan murah. Saya lalu meminta pimpinan biksu tersebut untuk membubuhkan tanda tangan pada setiap sisir – sebagai sebuah hadiah bagi para peziarah di wihara itu. Biksu pimpinan wihara itu sangat senang dan langsung memesan 1,000 buah sisir.

Memang, akhirnya perusahaan sisir tersebut menerima ketiga orang tersebut sebagai karyawan-karyawan barunya. Tetapi tentu saja posisi mereka di perusahaan dibedakan. 
  • Pelamar C ditempatkan sebagai Marketing Manajer yang baru, 
  • Pelamar B menjadi asisten manajernya, sedangkan 
  • Pelamar A hanya menjadi sales marketing biasa.
Demikianlah diceritakan Agung Murjaya dalam salah satu artikel Hindu di fb;
Sebagai sebuah renungan untuk melakukan marketing dan pemasaran untuk sebuah perusahaan, dengan sikap yang bersahabat dan memiliki etika yang baik tentu akan mendapatkan keberhasilan pula.
***