Secara harfiah ‘
- Kedeng’ artinya tarik sehingga makedeng artinya ditarik;dan
- Kata ngad berarti sejenis pisau yang dibuat dari bambu (tiying).
Ungkapan ini menyiratkan bahwa apabila terjadi perkawinan bertukar, yang notabena bahwa mempelai perempuan bersaudara kandung dengan ipar laki-laki, yang berarti pula saudara kandung dari mempelai laki-laki dalam waktu berbeda atau bersamaan diambil istri oleh saudara kandung mempelai perempuan.
Inces sosial religius dipahami sebagai larangan tata kehidupan masyarakat Bali terhadap prilaku kehidupannya yang diatur dalam dresta dan sima (kebiasaan) masyarakatnya. Tata nilai tersebutsampai saat ini masih tetap dipertahankan, diyakini dan ditaati oleh anggota masyarakat Bali. Ketaatan ini didasari oleh adanya keyakinan, dan persepsi masyarakat atas konsekuensi sosial religius yang ditimbulkan bagi pelanggarnya.
Akan tetapi masyarakat Bali percaya perkawinan makedeng ngad ini akan mendatangkan bencana fatal, terutama bagi anak keturunannya, yang mungkin terjadi di kemudian hari adalah salah satu (suami atau istri) dari kedua mempelai akan meninggal sebelum waktunya atau akibat perkawinan tersebut harta warisan keluarga tersebut akan menyusut dan hal-hal lain yang berimplikasi pada ketidakutuhan atau kemerosotan keluarga/rumah tangga tersebut.
Meskipun urusan perkawinan sering hanya dikaitkan dengan urusan cinta dua sejoli, tetapi masyarakat Bali sampai sekarang tetap menganggap perkawinan makedeng ngad (lebih kepada keyakinan/ secara niskala) punya efek langsung atau tidak langsung sehingga menjadi momok yang sudah barang tentu harus dihindari.
***