Seperti halnya,
Bangkit berdiri dan mengucapkan salam dalam menyambut tamu adalah salah satu contoh prilaku ini disebutkan.
Demikin pula halnya ketika menikmati keindahan panorama Bali yang bercorak hedonis disebutkan;
Sikap hormat-menghormati dan toleransi inipun tercermin dalam Rg. Veda X.191. 3-4 yang menyatakan bahwa "Pada hakekatnya semua manusia adalah bersaudara" (Tat Twam Asi).
Sehingga menghormati orang lain sama dengan menghormati diri sendiri.Karena sejatinya di dalam diri manusia memiliki satu kesamaan yang agung.
Duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, itulah cerminan dalam prilaku ini.
Sejatinya dengan lebih rendah hati, kita bisa menghormati orang lain dan menghormati perbedaan secara lebih baik.
Diceritakan pada zaman dahulu dalam kisah Writa dalam Mahabharata,
Dewa Indra, penguasa tri loka tiga dunia, suatu ketika mabuk kehormatan hingga melupakan sopan santun.
Ketika Brihaspati, guru para dewa yang terkenal menguasai semua cabang keilmuan dan dihormati baik oleh dewata maupun raksasa datang menghadap, Dewa Indra tidak bangkit berdiri untuk menyambut dan mempersilahkan acharya itu duduk.
Tindakan Dewa Indra ini bertentangan dengan adat sopan santun. Dengan sombong, Indra berkata pada dirinya sendiri bahwa di istana, raja memiliki hak istimewa dalam menerima tamu.
Brihaspati merasa tersinggung dengan ketidaksopanan Indra dan menganggapnya sebagai keangkuhan orang yang berpunya.
Karena itu, dia diam-diam meninggalkan ruang pertemuan. Tanpa pendeta tertinggi para dewa, istana kehilangan keagungan dan wibawa.
Istana para dewata menjadi tempat pertemuan yang tanpa wibawa.
Demikianlah disebutkan pentingnya kita untuk dapat saling menghormati seperti dalam menghormati catur guru yang bertujuan untuk dapat mencapai kesempurnaan dan kesucian batin.
***