Ongkara Sabda adalah Ongkara yang ditulis tegak sama dengan Ongkara Ngadeg, yaitu :
Dalam Lontar Angkus Prana, disebutkan "Ngadeg ngaran nunggal, Maka pangsengan malane"
Ongkara dibangun atas O-kara, ulu candra, dan tedong.
Kata sabda berarti ‘kata, suara, bunyi, bicara, menyebut".
Ongkara Sabda dimaksudkan sebagai aksara yang memiliki fungsi untuk membuat suara atau perkataan seseorang itu menjadi berguna dan didengar oleh orang lain.
Umumnya, simbol Ongkara ini dalam agama Hindu Bali yang dikutip dari artikel Anacaraka digunakan dalam weda-weda (Nyoka, 1994:25).
***
Sebagai tambahan, Weda menjadi sumber ajaran Agama Hindu sebagai wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Hyang Widhi melalui para maha Rsi yang menurut ilmu bahasa kata Rsi juga berasal dari akar kata “R” yang berarti “suara gaib” yang kemudian berarti “Wahyu” (Revolusi).
- Semua mantra merupakan “wahyu” sruti sehingga para Rsi yang kedudukanya sebagai penerima wahyu, dikenal dengan Sruta Rsi.
- Ia juga disebut Satya Rsi karena suara – suara yang disampaikan berasal dari Tuhan Yang Maha Besar, Satya yang berarti kebenaran absolut.
Oleh karena itu Rsi yang dalam fungsinya menerima maka para Rsi itupun secara fungsional berkewajiban untuk dapat memahami suara dari sabda yang diterima dan menyampaikan apa yang didengarkan serta menulis apa yang didengar dan dimengerti.
Seperti halnya aneka bentuk dan makna ongkara dalam budaya bali, disebutkan bahwa Ongkara Ngadeg yang ditulis tegak dan dibangun atas O-kara, ulu candra, dan tedung. ini dalam Lontar Angkus Prana, Saptongkara (3a) dan Suastana (2003:35) disebutkan sebagai berikut:
Ongkara Ngadeg ngaran,
Wong ngaran manik,
Ka ngaran kayun,
Ra ngaran rahasya,
Ngadeg ngaran nunggal,
Maka pangsengan malane.
Berdasarkan uraian di atas, Nyoka (1994:25) menjelaskan bahwa Ongkara Ngadeg (Ongkara Sabda) ini juga memiliki fungsi sebagai pengesengan mala,
Yaitu segala bentuk prilaku Tri Mala yang bertentangan dengan Tri Kaya Parisudha yang harus disucikan.
***