Seperti halnya, penempatan kembang rampe yang di taruh di tengah - tengah pengider - ider canang sari dalam tata letaknya disebutkan sebagai simbol / niyasa brumbun dalam kebijaksanaan ditengah - tengah warna - warni kehidupan ini.
Dimana alam, lingkungan dan kehidupan yang harmonis ini dengan penggunaan caru eka sata dalam upacara yadnya disebutkan juga bermakna untuk dapat membantu manusia agar bisa menetralisir dan selamat dari godaan-godaan para bhuta kala di lingkungannya sendiri.
Namun berkaitan dengan keharmonisan antar pawongan itu sendiri yang terkandung dalam pedoman Tri Hita Karana dengan adanya kondisi keberagaman masyarakat dan adat budaya Bali seperti terdapatnya perbedaan - perbedaan dresta, tradisi dan desa Kala Patra pada suatu wilayah juga disebutkan bahwa :
Keberagaman tersebut dalam catatan pendidikan berbasis multikultural untuk keunikan dari setiap etnik juga dapat memiliki nilai +/- yaitu :
- Secara positif, dapat menggambarkan kekayaan potensi sebuah masyarakat yang bertipe pluralis,
- Namun secara negatif, orang dapat saja merasa tidak nyaman karena tidak saling mengenal budaya orang lain, oleh sebab :
- Setiap etnik atau ras cenderung mempunyai semangat dan ideologi yang etnosentris, yang menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior daripada kelompok etnik atau ras lain (Jones, dalam Liliweri, 2003).
Terjadinya tidak saling mengenal identitas budaya orang lain, bisa mendorong meningkatnya prasangka terhadap orang lain, berupa sikap antipati yang didasarkan pada kesalahan generalisasi yang diekspresikan sebagai perasaan.
Prasangka juga diarahkan kepada sebuah kelompok secara keseluruhan, atau kepada seseorang hanya karena itu adalah anggota kelompok tertentu.
Secara demikian, prasangka memiliki potensi dalam mengkambinghitamkan orang lain melalui stereotipe, diskriminasi dan penciptaan jarak sosial.
Melalui pembelajaran multikultural, subyek belajar dapat mencapai kesuksesan dalam mengurangi prasangka dan diskriminasi.
Dengan kata lain, variabel sekolah terbentuk dimana besar kelompok rasial dan etnis yang memiliki pengalaman dan hak yang sama dalam proses pendidikan.
Sehingga nantinya, pelajar (sisia) pun mampu mengembangkan keterampilannya dalam memutuskan sesuatu secara bijak. Mereka lebih menjadi suatu subyek dari pada menjadi obyek dalam suatu kurikulum.
- Mereka menjadi individu yang mampu mengatur dirinya sendiri dan merefleksi kehidupan untuk bertindak secara aktif.
- Mereka membuat keputusan dan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan konsep, pokok-pokok masalah yang mereka pelajari.
- Mereka mengembangkan visi sosial yang lebih baik dan memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan serta mengkonstruksinya dengan sistematis dan empatis.
Sehingga nantinya mereka para muridpun dapat mengetahui perbedaan-perbedaan nilai-nilai dan kultur serta bentuk-bentuk perilaku yang beraneka ragam.
Dengan demikian, terjalinnya hubungan yang harmonis antara keberagaman dari makna simbol brumbun dalam warna-warni kehidupan ini dapat disimpulkan juga bertujuan agar nantinya dapat mencapai tujuan bersama.
Satya Eva Jayate, dengan melaksanakan ajaran agama Hindu secara benar disebutkan kebahagiaan pasti akan dapat tercapai pula.
***