Bekung

Bekung adalah istilah pasutri yang tidak mempunyai keturunan.
Dimana seharusnya keberadaan seorang putra sebagai tujuan ideal dari setiap perkawinan dan menjadi dambaan setiap keluarga.
Berikut ada cuplikan kisah di sebuah pasar yang cukup menggugah hati.

Pada suatu hari, diceritakan terjadi kemacetan di Jembatan Tukad Unda menuju Kota Semarapura. 
Kemacetan disebabkan ada iring-iringan upacara Keluarga Puri Klungkung.
Ramai dan megah. Ada sekitar 20 menit kemacetan berlangsung.
Karena ada moment bagus, diceritakan oleh Wayan Sukadana dalam artikel postnya di akun Fb yang sempat mengabadikan lewat camera ponselnya disebutkan :
Tidak berselang lama disebutkan kemacetan terurai, kami pun melanjutkan perjalanan. Ketika hendak naik ke sepeda motor ada seorang kakek yang ingin di antar ke pasar. "Nak boleh ikut berboncengan ikut ke pasar", pintanya.
Karena memang tidak berboncengan dia akhirnya meng iya kan. "Silakan kek", ujarnya. Di jalan menuju pasar Klungkung dia menanyainya nama dan seputaran kegiatannya. Hasil wawancara sambil memboncengnya.

Kakek tersebut ke pasar untuk menjadi kuli panggul. Seharinya bisa dapat upah, namun "Cukup tidak cukup katanya dicukupkan untuk.membeli beras". 
"Istri saya di rumah buat tamas (bahan banten / yadnya yang terbuat dari daun kelapa). 
Tiang bekung ten ngelah panak ( saya tidak punya anak). bekerja seperti menjadi tukang pikul sudah puluhan tahun", ujar kakek tersebut.
Setelah sampai di pasar, kakek tersebut berulang kali mengucapkan terimakasih.

Karena iba, Pak Wayan berniat memberi dia uang ala kadarnya. Tapi berulang dia menolaknya ketika aku masukkan ke saku bajunya. 
Namun si kakek pun menjawab, "maaf, saya sudah punya bekal dan mohon berikanlah untuk anak-anak dirumah anda sebagai oleh-oleh". 
Akhirnya kakek itupun bergegas pergi ke pasar, 
Namun ketika Pak Wayan minta untuk memfotonya, kakek itupun bergeming.
Karena penasaran, Pak Wayan akhirnya mengintipnya dari kejauhan. Ternyata benar Kakek tersebut sumringah lega ketika ada yang memintanya mengangkut beras berukuran 25 kilogram dan ada pula 50 kilogram, 
Tidak tergurat rasa gundah, ataupun tidak bahagia di usianya yang tua dan tubuhnya yang semakin ringkih. 
Malah ketika beban itu datang ia sangat senang, berarti ada rejeki untuk buatnya memasak.
Demikianlah kisah sepasang pasutri yang walaupun tidak dikarunia keturunan dan tidak memiliki sentana paperasan namun tetap berjuang di usia tuanya.
***