Pada umumnya pada saat hari raya galungan terlihat menghiasi penjor-penjor yang ada di Bali.
Dimana filosofi penggunaanya menurut Hindu Bali menyiratkan makna;Betapa sayangnya ibu pertiwi ini dalam menjaga dan merawat mu, dia telah menyediakan dan menumbuhkan segala macam makanan buatmu, mulai dari makanan yang tumbuh di bawah tanah, di atas tanah, bahkan sampai yang tumbuh menggantung di atas. Berbagai macam umbi-umbian, akar-akaran, dedaunan, biji-bijian, dan buah-buahan. Tidak asing lagi disebut PALA BUNGKAH & PALA GANTUNG.
Dalam sebuah renungan ibu pertiwi disebutkan;
Ibu pertiwimu selain menyerap hal-hal yang baik untuk tubuh, dia juga menyisipkan kesadaran tua yang tersimpan pada air, batu, tanah, udara, dan bakteri untuk kesadaran jiwa mu.Itu artinya Ibu pertiwi telah menyediakan makanan buat jiwa dan ragamu dalam satu suguhan makanan anakku. Kalian telah jadi besar dalam kesadaran jiwa dan ragamu juga berkat asuhan serta kasih sayang ibumu anakku.
Janganlah kau mengkhianati kasih sayang ibu pertiwi mu, janganlah nak, jangan kau durhaka pada ibu yang selama ini telah menjaga mu. Hadirkanlah masa depanmu yang indah bagi anak cucumu kelak dengan cara mulai saat ini kau hormat dan merawat ibu pertiwi mu.
Banjir dan tanah longsor adalah jeritan ibu mu untuk memanggilmu segera pulang menengok ibu mu yang sudah semakin tua yang butuh kasih sayang anak-anaknya. Sudah terlalu banyak luka di tubuhnya yang butuh bantuan mu untuk merawatnya. Sudah banyak sakit yang ibu mu derita akibat kepintaranmu.
Sesekali taruhlah kepandaian mu itu, simpanlah semua pengetahuanmu itu dan datang lah kepada ibu mu dengan bahasa yang lugu, karena dia hanya paham dengan bahasa ketulusan bukan intelektual.
Terkadang semua pengetahuan dan intelektual mu yang tanpa kendali itulah yang selama ini telah merusak dan menyakiti ibu pertiwi mu.
Datanglah dengan kasih sayang, karena hanya dengan kasih sayang kau akan bisa mengobati semua luka dan sakit yang di derita oleh ibu pertiwi mu .
Di bumi yang subur dan makmur ini, dulu pernah menjadi pusat peradaban yang luhur anaku, dimana semua bangsa datang untuk belajar, dan di atas tanah yang subur ini pula telah lahir ribuan jiwa-jiwa yang agung.
Dan jiwa-jiwa yang agung ini adalah jiwa-jiwa yang mengembangkan kecerdasan jiwa yang selaras dengan alam, bukan kecerdasan intelektual yang sering mengorbankan alam.
Terkadang dengan kecerdasan intelektual manusia menjadi sombong, angkuh, tidak menghormati ibu pertiwi yang melahirkannya nak, namun lebih dari itu jiwa-jiwa yang agung itu telah menjelajah semua angkasa bahkan sampai ke surga melalui kecerdasan jiwanya.
Kau belajar segala sesuatu untuk memuaskan pikiranmu tanpa pernah perduli dengan panggilan jiwa mu. Kau banggakan mereka yang datang dengan berbagai macam pengetahuan itu, kalian sanjung-sanjung mereka bak pahlawan, kalian puja mereka melebihi kepantasan, dan kalian isi pikiran kalian dengan segala macam pengetahuan namun tidak pernah perduli terhadap jiwa yang gersang akibat pengetahuan yang tidak selaras dengan alam.
Pulang lah nak, peluk dan rawatlah ibu pertiwi mu supaya kelak anak cucu mu bangga pada orang tuanya yang telah ikut menjaga dan mengembalikan peradaban luhur ini.
***