Kadang-kadang mereka selalu memiliki impian namun penuh tipu daya sehingga dikatakan tidak pantas untuk dijadikan sahabat.Diceritakan seorang remaja bernama Dursila.
Tersebutlah pada pagi hari saat matahari baru terbit, Dursila duduk di bawah pohon sambil memikirkan bagaimana caranya menjadi orang yang kaya.
Kemudian terlintas dalam pikirannya untuk membuat usaha bersama dan hasilnya akan ia curi dengan cara tipu daya.
Dursila yang telah tergoda oleh keinginannya untuk menjadi orang kaya dan bisa hidup bersenang-senang, kemudian bangun dari tempat duduknya dan melangkah menuju rumah Karman.
Sampai depan pintu rumah Karman, Dursila memanggil “Karman kamu sedang apa? Aku ingin bicara dengan kamu sesuatu yang penting.”
Karman aku punya ide, bagaimana kalau kita pergi meninggalkan kampung halaman kita untuk mencari pekerjaan.
Setelah kita berhasil barulah kita kembali ke rumah,” dengan manis dan penuh keyakinan Dursila meyakinkan Karman untuk pergi merantau.
Akhirnya kedua sahabat ini pun pergi keluar dari desanya. Singkat cerita di kota tempat kedua sahabat ini mengadu nasib tidak menemui kesulitan yang berarti. Hari demi hari mereka lalui dengan bekerja sepenuh hati, setelah beberapa tahun mereka kerja, kedua sahabat ini pun memiliki harta yang cukup banyak.
Pada sore hari yang mendung, Dursila berkata pada Karman “Kar, bagaimana kalau kita pulang, aku sudah rindu dengan kampung halaman.
Karman dengan riang menjawab, “Aku juga ingin pulang”.
Setelah mengemasi barang-barangnya Karman dan Dursila pulang. Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba Dursila berhenti dan berkata, “Karman aku khawatir tak aman membawa uang banyak pulang ke rumah. Ayo kita bawa sekedarnya saja dan sisanya kita sembunyikan.
Karman menganggukkan kepalanya dan berkata, “Baiklah kita sembunyikan di mana?”.
Sambil menunjuk pada sebatang pohon tua Dursila berkata, ”Kita akan menggali lubang kecil di bawah pohon ini untuk menyembunyikan kantong-kantong uang kita di dalamnya dan menutupinya kembali. Uang itu akan aman dalam tanah. “
Karman dengan senyum berkata “Itu gagasan yang baik. Kita akan kembali nanti bila memerlukan uang.”
Karman dan Dursila kemudian menggali lubang di dekat pohon, setelah cukup dalam mereka cepat-cepat memasukkan kantong yang berisi uang itu dimasukan ke dalam lubang, kemudian menutup lubang itu kembali, Karman dan Dursila pulang ke rumahnya masing-masing.
Malam harinya diam-diam Dursila keluar dari rumahnya dan mengendap-endap menuju pohon tua tempat meyimpan uangnya, dan mulai menggalinya. Kemudian cepat-cepat diambilnya semua uangnya, tanpa sepengetahuan siapa-siapa.
Hari-hari telah mereka lewati, Karman dan Dursila mulai kehabisan uang bawaannya, kemudian dengan nada yang memelas berkata pada Karman, “Kar, uang belanjaku sudah mulai habis nih, bagaimana kalau kita ambil uang yang kita simpan itu?”
“Wah ide kamu memang cemerlang, aku juga mulai kehabisan uang,” jawab Karman.
Kemudian Karman dan Dursila berjalan menuju pohon tua tempat menyimpan uang, sesampainya di sana keduanya langsung menggali, tiba-tiba dengan wajah yang pucat Dursila berteriak “Mana kantong uang kita?” Siapa yang telah mengambil uang kita? Apakah kamu berlaku curang sama aku, Karman?”.
Karman menjawab, “Dursila, kamu tahu aku orang jujur tidak pernah berpikir kotor untuk mencuri ataupun yang lain, jangan-jangan malah kamu yang mencurinya?”
Kedua sahabat ini mulai terlibat perdebatan yang saling menyalahkan, sehingga keadaan mulai memanas. Dursila berkata, “Mari kita ajukan kepada hakim, siapa tahu Pak Hakim dapat memberikan solusi dari musibah ini.”
Pak Hakim mendengarkan penjelasaan kedua sahabat tersebut, setelah mendengarkan dan didukung bukti-bukti, akhirnya sang hakim mulai melakukan penelitian dan hasilnya menemukan bukti bahwa Dursila telah melakukan pencurian uang, bukti menunjukkan keadaan rumah Dursila dan uang yang dimiliki Dursila lebih banyak dari pada Karman, sedangkan pola hidup Dursila dan Karman berbeda.
Akhirnya, Pak Hakim memutuskan Dursila bersalah karena mencuri uang temannya sendiri. Dursila dan Karman akhirnya tidak berteman lagi, karena orang seperti Dursila tidak pantas dijadikan teman.Demikian dikutip dalam salah satu pendidikan Agama Hindu sebagai contoh anak dursila yang disebutkan bertentangan dengan nilai budi pekerti sehari-hari.
***