Mpu Bharadah

Mpu Bharadah adalah salah satu dari Panca Tirtha. Beliau datang ke Bali pada Isaka 963, tahun 1041 Masehi sebagaimana disebutkan di dalam prasasti Batumadeg.

Untuk menemui Empu Kuturan di Silayukti, beliau datang ke Bali sebagai utusan raja Airlangga. 

Empu Beradah minta kepada Empu Kuturan agar salah sorang putra Airlangga dinobatkan menjadi raja di Bali.

Permohonan itu ditolak Empu Kuturan. Demikian dkisahkan dalam lontar calonarang yang dikutip dari halaman Mpu Baradah | Kayuselem.

Beliau juga disebutkan dalam silsilah & kisah bhagawanta merupakan keturunan dan putra kelima dari Ida Danghyang Tanuhun yang menjadi pendeta kerajaan Prabu Airlangga di Kediri, Daha, Jawa Timur, berdiam di Lemah Tulis, Pajarakan, sekitar tahun Masehi 1000 dan juga beliau memiliki putra laki-laki yang bernama Mpu Bahula dan Empu Siwa Gandhu sebagaimana disebutkan dalam prasasti tutuan yang tersimpan di Pura Bukit Buluh Gunaksa Klungkung.

Dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang (1035) yang dikutip dari sumber Pemecutan Bedulu Majapahit Mpu Bharadah disebutkan pada akhir masa pemerintahannya Airlangga berupaya meneruskan estafet kepemimpinannya, Putrinya sebagai Mahamantri Hino yang mempunyai kedudukan tertinggi setelah raja yang bernama Dewi Sanggramawijaya, dipersiapkan menjadi pengganti penguasa Kahuripan, namun dia menolak menjadi raja dan memilih menjalani hidup sebagai pertapa pada tahun 963 Çaka.
Dewi Sanggramawijaya ini disebut juga dengan nama Dewi Kilisuci dan disebut juga sebagai “Putri Kedi” yaitu seorang perempuan yang memiliki kesucian karena tidak menstruasi.
Akibat penolakan putrinya tersebut Airlangga kemudian bingung memilih pengganti karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta.
Mengingat Airlangga juga putra sulung raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Mpu Bharada sebagai penasehat Raja Airlangga dikirim ke Bali menyampaikan maksud tersebut. 
Dalam perjalanan menyeberang laut, Mpu Bharada cukup dengan menumpang sehelai daun. Sesampainya di Bali Mpu Bhrada kemudian menemui saudara kandungnya Mpu Kuturan di Pura Silayukti tepatnya di Gua Barada. Mpu Bharada menyampaikan permintaan Airlangga namun hal tersebut ditolak oleh Mpu Kuturan yang berniat mengangkat cucunya sebagai raja Bali.
Misi Mpu Bharada mengalami kegagalan dan Beliau kembali ke Kediri dan bertapa di Gua Selobale (letaknya sebelah barat daya Pura Penataran Agung Kilisuci).
Fakta sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra keduanya yang bernama Marakata sebagai raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan adik yang lain yaitu Anak Wungsu.

Demikian kisah perjalanan Mpu Bharadah di Bali
***