Sejarah Petulangan

Sejarah petulangan dalam upacara ngaben disebutkan bermula dari jaman purba nenek moyang kita telah mengenal cara-cara penguburan mayat seperti sarkopagus. 

Sarkopagus sebagai alat untuk penguburan mayat yang bentuknya seperti palung tetapi mempunyai tutup di atasnya. 
Kubur batu yang sebetulnya tidak berbeda dengan peti mayat dari batu, keempat dindingnya papan batu, begitu pula alas dan atapnya dari papan batu (Goris:23). 

Cara-cara penguburan mayat dalam sarkopagus berkembang dalam bentuk penguburan jaman sekarang. Kemudian ditingkatkan sesuai dengan perkembangan kerohanian dengan masuknya agama Hindu di Indonesia. 
Kita mengenal candi-candi yang pada masa pengaruh Hindu didirikan, tidak lain fungsinya untuk menyimpan abu jenasah para raja pada jaman tersebut. 
Terdapat kata abu yang merupakan keterangan yang menunjukkan bahwa pembakaran mayat sudah biasa dilakukan. Kebiasaan ini berlangsung terus, disempurnakan pada masa datangnya pengaruh Kerajaan Majapahit dari Jawa Timur. 
Menurut lontar Babad Dalem Katiagan, milik I Ketut Rinda dikata-kan bahwa pada suatu waktu Raja Watu Renggong bertanya pada Hyang Nirartha, tentang mana yang lebih mulia, antara swadharma seorang kesatria sebagai raja dengan swadharma seorang brahmana sebagai pendeta
Dari pertanyaan tersebut jawaban yang diperoleh bahwa keduanya adalah sama utamanya, hanya jalan yang berbeda. Kalau kebrahmanaan menjalankan ajaran kepanditaan, kerohanian (dharma), sedangkan kesatria menjalankan pemerintahan dan kesejahtaraan rakyat serta kekuasaan dalam pemerintahan. 

Dengan penjelasan itu,
maka raja Dalem Watu Renggong memilih swadarma kesatria sebagai seorang raja yang memiliki rakyat banyak untuk mengusung jenasahnya kelak setelah meninggal dunia

Untuk itu beliau meminta dibuatkan petulangan berbentuk lembu dan bade sebagai tempat usungan jenasah. Dari penjelasan di atas maka bade dan petulangan sebagai peralatan upacara ”ngaben“ (pembakaran jenasah) baru dikenal setelah pemerintahan Dalem Watu Renggong yang memerintah di Gelgel.
***