Awak

Awak berarti diri, yang di dalamnya mencakup diri saya, kamu atau pribadi lainnya.
Dimana kalimat “eda ngaden awak bisa depang anake ngadanin", dalam pupuh ginada dikatakan hendaknya disebutkan jangan dijadikan tameng untuk berlindung dari rasa rendah diri dan minder. 
Seperti halnya dalam memaknai nandurin karang awak untuk menyemai di dalam diri sebagaiman yang terkandung dalam sebuah geguritan.
Dalam kutipan sebait dari Geguritan Selampah lagu yang berisi ‘karang awak’ sebagai berikut:
“Beline mangkin, makinkin mayasa lacur, tong ngelah karang sawah, karang awake tandurin, guna dusun, ne kanggo ring desa-desa.”
Syair itu dapat diartikan:
“Kanda sekarang, bersiap menjalani hidup dalam kesederhanaan, walaupun tidak punya tanah sawah, pekarangan badan-lah yang (kita) tanami, menjalani hidup dengan pedoman pengetahuan dan kesahajaan pedesaan, sebagaimana berlaku di desa-desa.”
Dan mengisyaratkan sebuah kerinduan untuk menengok kembali hijau sawah dan kemuning tegalan. 
Waluya matetanduran, tingkahe ngardinin awak, yen anteng twi manandur, joh pare twara mupuang. ( Danghyang Nirartha bait 14 )
Kebenaran hendaknya diperbuat, agar menemukan keselamatan,
jangan henti-hentinya berbuat baik, ibaratnya bagai bercocok tanam
tata cara dalam bertingkah laku, kalau rajin menanam
tak mungkin tidak akan berhasil.
***